MAKALAH
MEKANIKA
TANAH II
NAMA :
DEDEN RUSDIAN MAULANA
NPM :
12-22-201-027
PRODI :
TEKNIK SIPIL
SMT : IV
TANGERANG
2014
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrohmanirrohiim…
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Maksud dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai salah satu komponen penilaian dan dapat dijadikan sebagai salah
satu pegangan dalam proses belajar mengajar mata kuliah Mekanika Tanah II,
serta dengan harapan untuk memotivasi penulis sehingga mampu memahami segala
pembahasan dan aplikasi yang berkaitan dengan pembelajaran tersebut.
Makalah ini, penulis sajikan untuk
mengingatkan kembali akan pentingnya mempelajari proses pembelajaran, karena
konsep-konsep pembelajaran ini akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan cara belajar atau aspek-aspek pembelajaran.
Terima kasih kepada dosen mata kuliah
Mekanika Tanah II atas segala bimbingannya, sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi kami semua dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Tangerang,
18 April 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah............................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 5
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
BAB III
PENUTUP ..................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stabilitas Lereng/longsor
Kemantapan
(stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan
galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan
peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat
dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan,
penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam
operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada
penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat
penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan
(pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti
bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis
kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.
Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam
keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya
karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan,
penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau
batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara
ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam
bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan
keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu
(alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air
dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk
kestabilan lereng
Sedangkan
tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti
sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang
juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi
kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis
kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja
pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan
dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan
tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri
lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu
lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya mengkaji masalah - masalah
sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan Stabilitas lereng/longsor?
2.
Jenis- jenis lereng/longsor?
3.
Apa saja pencegahan terjadinya lereng/longsor?
1.3. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan latar
belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan apa itu Stabilitas lereng/longsor
2.
Menjelaskan beberapa jenis- jenis
lereng/longsor
3.
Menjelaskan pencegahan terjadinya lereng/longsor
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN STABILITAS
LERENG/LONGSOR
Lereng adalah permukaan bumi
yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal Lereng dapat
terbentuk secara alamiah karena proses geologi ataukarena dibuat oleh manusia.
Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai,
sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk
membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal
sertatambang terbuka.Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang
terletak pada sebuahlereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan
ke luar. Longsoran dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan
atau mendadak serta denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa
bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan
kerugian materi maupun kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran
antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi
serta sarana komunikasi.Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang
akurat mengenai kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air tanah dan
pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang
memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar
sehingga kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode
Taylor, metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng
dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan
antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan
tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan /
gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap
untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu
berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng
tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain
:
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan
dengan kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu
jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan
mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan
berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng
dan perlu diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal.
Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin,
ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan
batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan
tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat
mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari
keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju
erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan
maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan,
sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas,
lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh
lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari
batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll.
Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
• Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil
yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia
menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang
tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut
menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab,
yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser
(shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena
erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan
beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang
disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan
lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh
pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan
pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air
di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan
sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah
:
• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari
awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik,
yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular,
turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen
batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh
kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
B. JENIS-JENIS LERENG/LONGSOR
dalam bidang
teknik sipil ada dua jenis lereng, yaitu :
1. Lereng
Alam (Natural Slopes)
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan
terhadap kestabilan terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak dapat
mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami
longsor akibat hal-hal berikut :
1)
Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.
2)
Gempa.
3) Kenaikan tekanan air
pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang berkepanjangan,
pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase dan lain-lain.
4)
Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang
yang berpotensi longsor.
5)
Proses pelapukan.
Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari
adalah kondisi geologi dan topografi, kemiringan lereng, jenis lapisan tanah,
kuat geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.
2. Lereng
Buatan (Man Made Slopes)
Lereng
buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
Ø Lereng
buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)
Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong
dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk
irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat
teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
Ø Lereng
Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)
Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya,
bendungan, badan jalan kereta api. Sifat teknis tanah timbunan
dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah.
Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling
umum adalah longsornya suatu galian atau timbunan. Apabila terjadi suatu
longsoran dalam tanah lempung, seringkali didapat merupakan sepanjang suatu
busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong permukaan lereng,
melalui titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep
seated) dan menyebabkan
Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor
berdasar material dan kecepatan pergerakan tanah dengan siklus geomorfologi
serta faktor cuaca.
Sedangkan Savarenski dari Soviet (1939) membagi
kelongsoran kedalam 3 kelompok sebagai berikut :
·
Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang
homogen dan bidang longsornya hampir mendekati lingkaran.
·
Longsor Conseqvent
Longsor
conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau sesar
(joint).
·
Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara
transversal terhadap lapisan dan umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang
runtuhnya panjang menembus kedalam tanah.
Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia
(1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki klasifikasi dan terminologi longsor
berdasarkan mekanisme dan kecepatan pergerakan. Pengelompokkannya
berdasarkan empat katagori dasar yaitu:
A.
Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam
pergerakan yang lambat dari rangkak talud sampai pergerakan lereng gunung
akibat gravitasi dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
B.
Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air,
maka perilaku longsor seperti aliran. Contoh aliran tanah (earthflow)
atau aliran lumpur (mudflow).
C.
Gelincir (Sliding)
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang
bidang longsor yang tertentu dikelompokkan kedalam kategori ini.
D.
Tanggal (Fall)
Pergerakan
batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal bebas (free
fall).
Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang
hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka tanah yang bersifat bergerak dalam
suatu jurusan.
Analisa
Terjadinya Longsor
Untuk ketepatan
suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap bahaya longsor,
perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor kelongsoran. Dari
pengamanan, maka perlu diketahui lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor,
antara lain :
i.
Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena
erosi dan lain-lain atau secara disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada,
karena secara logis dapat dikatakan semakin terjal suatu lereng akan semakin
besar kemungkinan untuk longsor.
ii.
Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena
erosi dan lain-lain atau disengaja juga akan merubah stabilitas suatu
lereng. Semakin tinggi lereng akan semakin besar longsornya.
iii.
Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan
tegangan dalam tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini
akan menurunkan stabilitas lereng dan sering terjadi karena adanya pembangunan
didaerah tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
iv.
Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun
resapan air tempat lain dalam tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar
air dan menurunkan kekuatan geser dalam lapisan tanah.
v.
Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor,
karena air bekerja sebagai pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah
karena air dapat menurunkan tingkat kelekatan butir.
vi.
Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran
mesin dapat mengganggu kekuatan geser dalam tanah.
vii.
Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan
perubahan kandungan air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas
tanah. Faktor air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan dalam
tanah. Disamping itu, kestabilan lapisan permukaan tanah juga tergantung
adanya penggundulan.
viii.
Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan
merubah sifat kekuatan tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.Kekuatan
Geser Tanah dan Hubungannya Dengan Kemantapan Lereng Jika tanah
dibebani, maka akan mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser
akan mencapai harga batas, maka massa tanah akan mengalami deformasi dan
cenderung akan runtuh. Keruntuhan tersebut mungkin akan mengakibatkan
longsoran timbunan tanah. Keruntuhan geser dalam tanah adalah akibat
gerak relatif antara butir-butir massa tanah. Jadi kekuatan geser tanah
ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi
keruntuhan.Cara-cara Menstabilkan LerengPada prinsipnya, cara yang
dipakai untuk menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi
dalam dua golongan, yaitu :Memperkecil gaya penggerak atau momen
penggerak
Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya
dengan cara merobah bentuk lereng yang bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a)
Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.
(b)
Memperkecil ketinggian lereng.
Memperbesar
gaya melawan atau momen melawan
Gaya melawan
atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa cara; yang paling sering
dipakai ialah sebagai berikut :
(a)
Dengan memakai “counterweight”, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.
(b)
Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.
(c)
Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan membuat dinding
penahan.
(d)
Dengan cara injeksi.
B. PENCEGAHAN
TERJADINYA LERENG/LONGSOR
Upaya pencegahan longsor
sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional atau sederhana dan
berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang paling
sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada
minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor
dengan cara yang lebih rumit, diantaranya adalah dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng. Cara-cara ini mampu
meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi lereng, yang
kebanyakan dibuat lebih curam maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini
belum mampu mengantisipasi adanya longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara
di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir tenah secara baik. Yang
dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan lapisan
atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor
lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang belakangan banyak dilakukan. Pada
prinsipnya, metode ini dilakukan untuk mengikat butir-butir tanah dengan
memberikan lapisan selimut lolos air (permeable) untuk menutupi
seluruh permukaan tanah. Pada daerah dengan lereng curam, biasanya lapisan
geosintetik diikat ke lapisan tanah keras menggunakan angkur. Namun, kelemahan
dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses yang rumit, lapisan tanah
yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin ditumbuhi oleh rerumputan.
Pada daerah pertanian dan
perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode geosintetik tentu saja tidak
dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk melindungi lereng secara
keseluruhan. Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat ditutup dengan lapisan
tanah, namun pasti tingkat produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar
tanaman yang ada dapat merusak lapisan geosintetik. Metode ini hanya cocok
diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang memang memerlukan kestabilan
lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan sebagainya
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor
yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan
keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi.
Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan,
misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk
konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng
ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan
air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan
bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari
proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu
kegiatan produksi.
Lereng alam
terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana
tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir
pada bidang longsor.
Lereng buatan tanah asli / lereng
galian (Cut Slope), Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong
dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk
irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat
teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
Upaya pencegahan longsor
sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional atau sederhana dan
berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang paling
sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada
minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Dakung, S, 1987, Stabilitas lereng/longsor , Mekanika Tanah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Depdikbud,.
Sardjono, Agung B, 1996, Mekanika Tanah, Tesis
Program
Pascasardjana UGM, Yogyakarta.
Tjahjono, Gunawan, 1989, Mekanika Tanah, Semarang
Mbah google. Com & Wikipedia
. Com
terimakasih atas informasinya
BalasHapusMantap sekali.Cuma mungkin bisa ditambahkan kutipannya yah
BalasHapus